Ketua DPD Jurnalis Nasional Indonesia Soroti Lahan Tidur dan Status Hutan Lindung di Parang Luara

1 week ago 20

PANGKEP SULSEL— Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jurnalis Nasional Indonesia (JNI) Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan, Herman Djide, melakukan kunjungan lapangan ke perkampungan Parang Luara, Desa Bantimurung, Kecamatan Tondong Tallasa, pada Minggu (9/11/2025). Dalam kunjungan tersebut, ia menyoroti banyaknya lahan warga yang masih tidur dan belum dikelola secara produktif.

Herman menyebut, potensi lahan di wilayah tersebut sangat besar jika dikelola secara terpadu dengan pola perkebunan dan pertanian yang modern. Namun, hingga kini banyak lahan milik warga yang belum tersentuh pengolahan. “Saya melihat langsung, banyak tanah yang seharusnya bisa menghasilkan, tapi masih dibiarkan begitu saja, ” ujarnya.

Menurutnya, kondisi ini menjadi salah satu faktor yang menghambat peningkatan ekonomi masyarakat di wilayah pegunungan Pangkep. Padahal, jika dikelola dengan baik, lahan-lahan tersebut dapat menjadi sumber penghasilan tambahan bagi warga sekitar.

Di sisi lain, masyarakat juga belum memulai pengolahan sawah, karena mengikuti tradisi turun-temurun melalui ritual Mappalili, yaitu kegiatan adat yang menandai dimulainya musim tanam. “Warga di sini tidak berani turun ke sawah sebelum Mappalili dilaksanakan. Ini bagian dari kearifan lokal yang tetap dijaga, ” kata Herman.

Namun, Herman mengingatkan agar tradisi adat tersebut tidak menjadi penghambat produktivitas pertanian. Menurutnya, tradisi bisa tetap dijaga, tetapi harus disertai dengan inovasi dan perencanaan yang matang untuk memastikan lahan tetap produktif sepanjang tahun.

Selain persoalan lahan tidur, kunjungan tersebut juga mengungkap keluhan warga terkait status lahan yang tiba-tiba dikategorikan sebagai hutan lindung, padahal sejak lama telah dikelola oleh masyarakat setempat. Beberapa warga bahkan mengaku rutin membayar SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) atas lahan tersebut.

Salah satu tokoh masyarakat Dusun Parang Luara, Muh Nurdin, mengungkapkan keheranannya. “Aneh sekali, tanah yang sudah dikelola oleh orang tua kami sejak puluhan tahun, bahkan kami masih bayar pajaknya tiap tahun, tiba-tiba masuk data hutan lindung. Mana logikanya?” ujarnya dengan nada kesal.

Menurut Muh Nurdin, perubahan status lahan tanpa kejelasan membuat warga resah dan kehilangan semangat untuk bertani. “Kalau tanah yang kami kelola dianggap hutan lindung, berarti kami tidak boleh lagi tanam atau bangun apa pun. Lalu kami mau hidup dari apa?” tambahnya.

Herman Djide menilai bahwa pemerintah daerah dan pusat perlu turun tangan melakukan verifikasi data kepemilikan lahan dan kawasan hutan lindung secara transparan. Ia menegaskan pentingnya keadilan bagi masyarakat yang sudah lama menjadi pengelola tradisional tanah tersebut.

“Negara harus hadir memastikan hak rakyat tidak terampas oleh kebijakan yang tidak berpihak. Jangan sampai data yang salah membuat warga kehilangan lahan yang mereka warisi dan kelola sejak nenek moyang, ” tegasnya.

Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah desa, kecamatan, hingga kabupaten, untuk duduk bersama mencari solusi. Langkah konkret diperlukan agar lahan yang produktif bisa segera digarap tanpa menabrak aturan lingkungan dan kehutanan.

“Perlu ada sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta untuk menghidupkan lahan tidur ini. Kalau dikelola bersama, hasilnya akan jauh lebih besar dan bermanfaat bagi ekonomi warga, ” ujarnya menutup kunjungan.

Dengan potensi alam yang melimpah dan masyarakat yang ulet, Herman Djide optimistis Desa Bantimurung dan sekitarnya bisa bangkit menjadi wilayah pertanian dan perkebunan unggulan di Kabupaten Pangkep, asalkan ada kepastian hukum lahan dan komitmen bersama untuk mengelola sumber daya dengan bijak.( Nurdin)

Read Entire Article
Pertanian | | | |