PANGKEP SULSEL - Di tengah tantangan ekonomi pedesaan yang sering bergantung pada hasil panen mentah, konsep “Petik, Olah, Jual” (POJ) hadir sebagai solusi cerdas dan berkelanjutan. Program ini bukan sekadar slogan, melainkan sebuah gerakan nyata menuju kemandirian ekonomi desa. Kepala desa bersama masyarakat dapat membangun sistem ekonomi yang memutar di dalam desa—mulai dari panen, pengolahan, hingga penjualan produk bernilai tambah. Dengan cara ini, hasil bumi tidak lagi dijual murah, tetapi diolah menjadi sumber keuntungan yang berlipat.
Pola lama yang sering terjadi adalah petani hanya menjual hasil panen mentah kepada tengkulak dengan harga rendah. Nilai tambah terbesar justru dinikmati oleh pihak luar yang mengolah hasil tersebut menjadi produk jadi. Melalui program POJ, kondisi ini bisa dibalik. Desa menjadi pusat produksi dan pengolahan, bukan sekadar pemasok bahan mentah. Hasil panen seperti pisang, kelapa, ubi jalar, atau serai bisa diolah menjadi berbagai produk bernilai tinggi, bahkan bisa menjadi ikon kebanggaan desa.
Konsep ini memperkuat kedaulatan pangan dan ekonomi lokal. Dengan mengelola bahan baku sendiri, warga tidak hanya mendapat pendapatan dari hasil panen, tetapi juga dari proses pengolahan dan penjualan. Setiap tahap menciptakan peluang kerja baru—mulai dari petani, pengrajin, pengemas, hingga pemasar digital. Program ini juga mendorong peran aktif BUMDes sebagai penggerak utama ekonomi desa yang sehat dan mandiri.
Selain nilai ekonomi, program POJ juga membawa manfaat sosial dan lingkungan. Misalnya, dalam pengolahan pisang, tidak ada bagian yang terbuang. Kulitnya bisa dijadikan pupuk cair, batangnya menjadi pakan ternak, dan daunnya sebagai bahan kemasan alami. Ini membangun kesadaran warga untuk menjaga lingkungan dan menerapkan prinsip zero waste. Desa menjadi contoh nyata bagaimana ekonomi bisa berjalan seiring dengan kelestarian alam.
Kepala desa memiliki peran penting sebagai penggerak dan pengarah perubahan. Ia tidak hanya menjadi pemimpin administratif, tetapi juga motor inovasi ekonomi. Dengan menggerakkan program POJ, kepala desa membuka ruang partisipasi warga untuk berinovasi bersama. Ketika warga dilibatkan dalam setiap tahap, mereka merasa memiliki program itu. Inilah kunci keberlanjutan pembangunan desa—lahir dari rakyat, dikerjakan oleh rakyat, dan manfaatnya kembali kepada rakyat.
Penting juga membangun identitas produk desa melalui kemasan dan branding. Misalnya, label “Produk Desa Mandiri – Hasil Petik, Olah, Jual Warga Taraweang” akan menambah nilai emosional dan kebanggaan lokal. Produk yang dikemas menarik dan dipromosikan melalui media sosial akan lebih mudah menembus pasar yang lebih luas, termasuk e-commerce dan kemitraan dengan sekolah atau koperasi. Dengan begitu, hasil desa bisa dikenal sampai luar daerah.
Generasi muda pun mendapat ruang baru untuk berkreasi. Mereka tidak hanya menjadi tenaga kerja, tetapi juga inovator digital yang membantu promosi dan pemasaran. Dengan pelatihan teknologi dan kewirausahaan, anak muda desa dapat mengembangkan ide-ide baru yang mendukung produk lokal. Desa menjadi tempat lahirnya wirausahawan baru, bukan sekadar pencari kerja.
Jika program POJ dijalankan dengan konsisten, dampaknya akan meluas ke berbagai sektor. Desa akan memiliki ekonomi yang kuat, ketahanan pangan yang stabil, serta masyarakat yang berdaya. Setiap rumah tangga memiliki peluang usaha, dan uang berputar di lingkungan sendiri. Ketergantungan terhadap bantuan luar semakin berkurang, karena warga sudah mampu menciptakan peluang ekonomi dari potensi desa sendiri.
Akhirnya, “Petik, Olah, Jual” bukan sekadar program—ia adalah gerakan kemandirian desa. Gerakan yang menanamkan nilai kerja keras, gotong royong, dan inovasi lokal. Bila setiap desa mampu menerapkannya sesuai potensi wilayahnya, maka pembangunan tidak lagi hanya turun dari atas, tetapi tumbuh dari bawah—dari akar rumput menuju kesejahteraan yang nyata. Dari kebun desa lahir masa depan yang mandiri dan bermartabat.
Berikut poin-poin utama program “Petik, Olah, Jual (POJ)” untuk desa dan Kelurahan dengan salah satu contoh tanaman pisang:
🌾 Konsep Utama
Program ekonomi desa berbasis potensi lokal. Menggerakkan masyarakat dari hulu ke hilir: Petik → Olah → Jual. Dikelola bersama oleh kelompok tani dan BUMDes
🍌 Tahap 1 – PETIK
Menanam pohon pisang di kebun dan pekarangan warga. Panen dilakukan secara terjadwal agar pasokan stabil Pembentukan kelompok tani pisang per dusun. Pelatihan budidaya pisang unggul dan ramah lingkungan.
🏡 Tahap 2 – OLAH
Membentuk Rumah Produksi Desa untuk pengolahan hasil. Produk olahan: Kripik pisang, sale pisang, nugget pisang. Cuka pisang, selai pisang, tepung pisang. Pupuk cair dari kulit pisang (limbah dimanfaatkan). Pelatihan pengemasan, higienitas, dan manajemen usaha.
💰 Tahap 3 – JUAL
Penjualan melalui: Warung BUMDes dan pasar desa. Media online (WA Bisnis, Shopee, TikTok, dll). Kemitraan dengan sekolah, koperasi, dan UMKM Produk dikemas dengan label: “Produk Desa Mandiri – Hasil Petik, Olah, Jual Warga (Desa BioSubur)
🌱 Dampak Positif
Peningkatan pendapatan warga dan BUMDes. Terserapnya tenaga kerja lokal. Peningkatan keterampilan dan semangat gotong royong.Pengelolaan limbah alami (zero waste).Terwujudnya kemandirian ekonomi dan pangan desa
💡 Inovasi Tambahan
Kelas pelatihan rutin untuk pemuda dan ibu rumah tangga. Branding produk unggulan desa sesuai potensi tanaman lokal. Digitalisasi pemasaran melalui media sosial dan e-commerce. Pengembangan wisata edukasi pertanian pisang.
Pangkep 5 Oktober 2025
Herman Djide
Ketua Dewan Pimpinan Daerah ( DPD) Jurnalis Nasional Indonesia ( JNI) Cabang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan