KLATEN - Di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, sebuah inisiatif transformatif sedang berdenyut melalui Bayer Juwiring Agriculture Research and Academy (JUARA). Program ini bukan sekadar pelatihan biasa, melainkan sebuah upaya serius untuk merajut masa depan pertanian Indonesia dengan menanamkan benih-benih generasi muda yang melek teknologi dan berlandaskan sains.
Kukuh Ambar Waluyo, Head of Field Solutions Bayer South East Asia & Pakistan, menjelaskan bahwa JUARA hadir sebagai inkubator bagi para pemuda tani. Di sini, mereka tidak hanya diajak mengenal, tetapi juga merasakan langsung bagaimana teknologi pertanian mutakhir dapat beradaptasi dengan perubahan iklim yang kian tak terduga dan menjawab tuntutan pasar yang dinamis. Pengalaman ini, baginya, sangat krusial untuk membentuk mentalitas petani masa depan yang tangguh.
“Kami mencetak petani muda melalui teknologi, ” ujar Kukuh dengan penuh semangat di Klaten, Kamis (16/10/2025). “Saat ini kami memiliki tujuh alat pendeteksi cuaca, dua diantaranya di Klaten, termasuk sensor hujan dan sistem pemantauan suhu, serta teknologi drone seperti phenotyping dan application drone.” Ia menambahkan bahwa alat-alat ini bukan sekadar pajangan, melainkan instrumen vital yang memberdayakan petani untuk memahami kondisi lahan, tingkat kelembaban, hingga kebutuhan nutrisi tanaman secara presisi. Keputusan bertani kini tak lagi bergantung pada intuisi semata, melainkan terpatri pada data ilmiah yang akurat.
Lebih jauh, Bayer JUARA tak ragu merangkul kolaborasi dengan institusi pendidikan tinggi ternama di Indonesia. Universitas Padjadjaran (Unpad), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi mitra strategis dalam program magang dan penelitian terapan. Mahasiswa dari berbagai kampus ini mendapatkan kesempatan emas untuk menjembatani kesenjangan antara teori akademis dan realitas lapangan, memupuk rasa ingin tahu mereka yang mendalam terhadap sektor pertanian.
“Kami ada 120 riset per tahun. Mereka juga ikut belajar menganalisis benih, tanah, cuaca, dan bagaimana mengoperasikan teknologi pertanian terkini. Begitupun sebaliknya kami juga belajar dengan ahli di sana, ” ungkap Kukuh, menyoroti sinergi dua arah yang terjalin. Ia percaya, keterlibatan aktif generasi muda adalah kunci vital dalam menjaga denyut nadi regenerasi petani, terutama di tengah tantangan menurunnya minat terhadap sektor pangan di tanah air.
Data Sensus Pertanian 2023 dari Badan Pusat Statistik (BPS) menggarisbawahi urgensi ini, menunjukkan bahwa 70 persen petani Indonesia kini berusia di atas 40 tahun, dengan dominasi Generasi X dan Baby Boomers. Partisipasi Generasi Z, yang merupakan harapan masa depan, masih sangat minim, hanya menggapai 2.14 persen. Angka-angka ini menjadi pengingat keras akan pentingnya meremajakan sektor pertanian.
“Dengan pendekatan teknologi, kami ingin menunjukkan bahwa pertanian adalah bidang masa depan yang menarik, produktif, dan bernilai ekonomi tinggi bagi anak muda, ” tegas Kukuh, memancarkan optimisme. Bayer JUARA bertekad meruntuhkan stigma pertanian sebagai sektor kuno, dan menggantinya dengan citra sebagai medan inovasi yang menjanjikan masa depan cerah dan penuh potensi ekonomi bagi para pemuda Indonesia. (PERS)