KERINCI, JAMBI – Proyek saluran irigasi yang berlokasi di Desa Ambai, Kecamatan Sitinjau Laut, Kabupaten Kerinci menjadi sorotan tajam. Hasil penelusuran awak media di titik pekerjaan memperlihatkan kondisi konstruksi yang dinilai jauh dari standar teknis dan berpotensi merugikan keberlangsungan irigasi pertanian di kawasan tersebut.
Berdasarkan pantauan langsung di lapangan, pasangan dinding saluran terlihat tidak rapi dan tidak seragam. Material batu yang terpasang tampak dominan batu kapur dan batu gunung, bukan batu kali berkualitas yang lazim digunakan pada pekerjaan irigasi dengan debit air berkelanjutan. Sejumlah bagian terlihat retak dan terkelupas meski proyek belum selesai 100 persen. Kondisi ini memperkuat dugaan publik mengenai cacat mutu yang selama ini ramai dibicarakan.

Selain itu, adukan semen yang digunakan tampak terlalu tipis dan dipenuhi dominasi pasir, sehingga memunculkan kekhawatiran serius terhadap daya ikat serta ketahanan struktur. Awak media juga mendapati lantai dasar saluran dikerjakan sangat minim ketebalan, bahkan terkesan sekadar ditempel untuk memenuhi bentuk fisik, bukan untuk menjamin durabilitas jangka panjang.
Sejumlah warga Ambai mengaku heran karena pekerjaan terlihat berjalan tanpa kehadiran pengawasan teknis yang jelas.
“Kami lihat ini dibangun asal jadi. Tidak tahu siapa yang ngawasi, karena petugas dari dinas atau balai tidak pernah tampak, ” ujar salah seorang warga yang ditemui di lokasi.
Ketiadaan papan informasi proyek turut memperburuk persepsi publik. Hingga kini masyarakat tidak mengetahui nilai anggaran, sumber dana, masa kerja, maupun pihak pelaksana teknis. Kondisi ini menimbulkan kesan bahwa proyek sengaja berjalan tanpa transparansi dan tidak membuka ruang kontrol sosial. Namun demikian, proyek tersebut diduga dikelola melalui Satuan Kerja Operasi dan Pemeliharaan (OP) SDA – BWSS VI.
Warga Ambai mendesak agar pihak terkait tidak hanya menerima laporan administratif, tetapi turun langsung meninjau konstruksi yang telah berjalan. Menurut mereka, proses pengawasan tidak boleh sebatas dokumentasi atau laporan berjenjang, melainkan pengecekan fisik secara berkala agar penggunaan anggaran dapat dipastikan tepat sasaran.
Hasil penelusuran media di lapangan juga menunjukkan tidak adanya aktivitas teknisi pengawasan maupun kontrol mutu dari pihak terkait pada saat proses pengerjaan berlangsung. Kondisi ini menguatkan anggapan bahwa mekanisme pengawasan di internal OP SDA BWSS VI perlu dievaluasi secara menyeluruh.
Masyarakat berharap, sorotan yang kembali mengemuka ini tidak hanya menjadi berita sesaat, melainkan ditindaklanjuti secara resmi oleh instansi teknis terkait, mengingat irigasi merupakan urat nadi produktivitas pertanian Kerinci. Mereka menilai, tanpa pembenahan total, pekerjaan bersumber negara akan kembali dinilai tidak efektif, tidak tepat guna, dan tidak berdampak pada kesejahteraan petani.
Hingga berita ini diterbitkan, awak media belum mendapat informasi pasti dari mana sumber anggaran proyek irigasi tersebut.(son)

2 days ago
10

















































